BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Pendidik
Pendidik adalah orang
yang mendidik.[1]
Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan
kegiatan mendidik. Dalam perspektif Islam, pendidik dapat dikategorikan
sebagai:
1. Mu’allim artinya
bahwa seorang pendidik itu adalah orang yang berilmu (memiliki ilmu)
pengetahuan luas, dan mampu menjelaskan/mengajarkan/mentransfer ilmu tersebut
kepada peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengamalkannya dalam
kehidupan.
2. Mu’adib (addaba-yuaddibu-ta’diiban)
yang berarti mendisiplinkan atau menanam sopan santun. Yang dilandasi dengan
etika, moral, dan sikap yang santun, serta mampu menanamkannya kepada peserta
didik melalui contoh untuk di tiru.
3. Mudarris artinya
orang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual lebih, dan berusaha
membantu, menghilangkan menghapuskan kebodohan/ketidaktahuan peserta didik
dengan cara melatih imtelektualnya melalui proses pembelajaran sehingga peserta
didik memiliki kecerdasan intelektual dan keterampilan.
4. Mursyid
artinya orang yang memiliki kedalaman spiritual atau memmiliki tingkat
penghayatan yang mendalam terhadap nilai-nilai keagamaan, ketaatan ibadah dan
berakhlak mulia.[2]
Sifat-sifat
pendidik yaitu:
1. Memiliki sifat kasih dan sayang,
2. Lemah lembut,
3. Rendah hati,
4. Menghormati ilmu lainnya,
5. Adil,
6. Menyenangi ijtihad,
7. Konsekuen,
8. Sederhana.[3]
Jika dilihat dari prespektif al-qur’an, al
qur’an itu berasal dari Allah, yang dalam beberapa sifat-Nya ia memperkenalkan
diri-Nya sebagai pendidik. Didalam surat al fatihah (1) ayat pertama dinyatakan
:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya:
segala puji bagi Allah,Tuhan semesta alam.
Imam
al- Maraghi ketika menafsirkan ayat tersebut menyatakan bahwa rabb adalah al
sayyid, al murabbi, al- ladzi yasusu man yurabbihi wa yudabbiru syu’unahu,yang
artinya sebagai pemelihara, pendidik orang yang didiknya dan memikirkan keadaan
perkemmbangannya. Dilihat dari segi kandungannya pendidik yang diberikan Allah
kepada umat manusia itu terbagi dua, yang pertama, pendidikan yang bersifat
keduniaan (khalqiyah) yang ditandai dengan pertumbuhan fisik, hingga menjadi
dewasa, pendidikan jiwa dan akalnya. Kedua, pendidikan agama dan akhlak yang
disampaikan kepada setiap individu yang dapat mendorong manusia mencapai
tingkat kesempurnaan akal dan kesucian jiwanya.[4]
B.
Hakikat
Mengajar
Secara harfiah kata
“mengajar” diartikan kepada “memberikan pelajaran”. Dalam Al-Qur’an, mengajar
menggunakan kata ‘allama. Kata ini berasal dari ‘alima yang telah
mendapat tambahan ‘ain fi’il-nya yang kemudian dignati dengan tasydid
sehingga menjadi ‘allima. Menurut Luis Ma’luf, kata ‘allima mempunyai
arti “membuat orang mengetahui”. Dengan demikian, mengajar dapat diartikan
suatu aktivitas atau kegiatan untuk membuat seseorang mengetahui dan menguasai
suatu ilmu.
C.
Dalil
Allah Sebagai Pendidik
Q.S,
Ar-Rahman : 1-4
الرَّحْمَنُ (١) عَلَّمَ
الْقُرْآنَ (٢) خَلَقَ الإنْسَانَ (٣) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (٤)
Artinya:
1. (Tuhan) yang Maha Pemurah,
2. yang telah mengajarkan Al Quran.
3. Dia menciptakan manusia.
4. mengajarnya pandai berbicara.
Ayat ini menjelaskan
bahwa Allah mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Bayan kepada manusia. Pengajaran ini
dimulai dari nama-Nya Al-Rahman yang artinya kasih sayang, tidak dimulai dari
nama yang lain terutama menggambarkan kekuasaan-Nya yang mutlak seperti al-Mutakabbir,
al-Qahhar, dan al-Jabbar.
1.
Tafsir Al-
Azhar
“Ar-Rahman, Yang Maha Pemurah”
Arti dari
Ar-Rahman adalah amat luas, kalimat dalam pengambilannya ialah RAHMAT. Yang
berarti kasih sayang, cinta, pemurah. Dia meliputi kepada segala segi dari
kehidupan manusia dan terbentang didalam segala makhluk yang wujud di dunia
ini. Dalam al qur’an kita sering menjumpai kalimat rahman, rahim, rahmat, dan
lain sebagainya, dan semuanya itu mengandung akan arti kasih sayang, pemurah,
kesetiaan dan lain-lain. Bahkan dalam memulai membaca surat dalam al-qur’an
selalu diawali dengan Bismmillahirahmanirrahim, maka didalam surat ini
dikhususkanlah menyebut Allah dengan sifatNya yang paling meminta perhatian
kita. Kalau Allah pun bersifat rahman, seharusnya kita meniru pula sifat Allah.
Setelah itu Allah memperincikan rahmat-Nya itu.
“Yang mengajarkan Al-Qur’an”
Inilah salah satu dari Rahman,
atau kasih sayang Tuhan kepada manusia. Yaitu diajarkan kepada manusia itu Al-Qur’an,
yaitu wahyu ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW yang dengan
al-qur’an itu manusia dikeluarkan dari pada gelap gulita pada terang benderang.
Dibawa kepada jalan yang lurus. Maka datangnya pelajaran Al-Qur’an kepada
manusia adalah sebagai menggenapkan kasih Tuhan kepada manusia. Rahmat ilahi
yang paling utama ialah ilmu pengetahuan yang dianugerahkan Tuhan kepada
manusia. Mengetahui itu adalah suatu kebahagiaan, apalagi yang diketahui itu
al-qur’an.
“Yang menciptakan manusia”
2. Tafsir Al- Maraghi
1.) Tafsir al-mufradat
Ar-Rahman:
salah satu diantara nama-nama Allah yang indah (asma ul husna)
Al insan:
Umat manusia
Al bayan:
kemampuan manusia untuk mengutarakan isi hati dan memahamkannya kepada orang
lain
Bi husban:
dengan perhitungan yang teliti dan teratur
An Najm:
tumbuh tumbuhan yang berbatang, seperti kurma dan jeruk
Yasjudan:
keduanya tunduk kepada Allah dengan tabiatnya, seperti halnya orang-orang
mukhalaf tunduk dengan pilihannya (ikhtiar)
Rafa’aha:
Allah menciptakan langit dalam keadaan terangkat tinggi, tempat dan
tingkatanya.
Al-Mizan:
keadilan dan peraturan
Aqimu al Wazna bi al- qitshi:
Luruskanlah timbangan kalian dengan adil
La Tukhsirul mizan:
janganlah kamu mengurangi neraca
Lil Anam:
untuk makhluk Allah
Al-Akman:
jamak dari kim ( huruf kaf dikasrahkan ) :kelompok kurma
Al –Ashf:
Daun tumbuh-tumbuhan yang berada pada bulir biji
Ar-Raihan:
tumbuh-tumbuhan apa saja yang berbau harum
Al-A’la:
Jamak dari ila’alan (huruf hamzah difathahkan atau dikasrahkan) dan juga ilyun
dan ilwun. Artinya, kenikmatan.[7]
2.) Penjelasan
Ø Ayat 1dan 2, ayat ini turun sebagai
jawaban kepada penduduk makkah, pada surat ini Allah menganugerahkan kepada
hambanya kenikmatan yang merupakan nikmat terbesar kedudukannya dan besar
manfaatnya bahkan paling sempurna faidahnya. Yaitu nikmat diajarkannya
al-qur’annurl karim, karena dengan al-qur’an akan memperoleh kebahagiaan
didunia dan diakhirat. Setelah menyebut nikmat tersebut, maka Allah swt
menyebutkan pula nikmat penciptaan yang merupakan pangkal dari segala urusan.
Ø Ayat 3 dan 4,ayat ini menjelaskan bahwa
Allah menciptakan manusia dan mengajarinya apa saja yang terlintas didalam
hatinya dan terdetik dalam sanubarinya. Oleh karena itu manusia itu makhluk
sosial ,yang tidak bisa hidup kecuali bermasyarakat dengan sesamanya maka
haruslah ada bahasa untuk memahamka sesamanya. Dan menulis untuk sesamanya pada
tempat-tempat yang jauh dan negeri-negeri sebrang. Ini adalah nikmat ruhani
terbesar yang tidak bisa tertandingi. Dengan nikmat lainya.
Pertama-tama Allah menyebutkan hal
yang harus dipelajari, yaitu al- qur’an, yang dengan itulah diperoleh
kebahagiaan. Selanjutnya menyebutkan tentang belajar, dialanjutkan dengan
menyebutkan cara belajar, seterusnya barulah menyebutkan benda langit yang di
manfaatkan oleh manusia dalam penghidupan mereka.[8]
D.
Pendidik
Seluruh Makhluk
Dalam
prespektif falsafah pendidikan islam, semua makhluk pada dasarnya adalah
peserta didik. Sebab dalam islam sebagai murabbi, mu’alim, atau mu’addib, Allah
swt pada hakikatnya adalah pendidik bagi
seluruh makhluk ciptaanNya. Dialah yang mencipta dan memelihara seluruh
makhluk. Pemeliharaan Allah swt mencakup sekaligus kependidikannya, baik dalam
arti tarbiyah, ta’lim maupun ta’dib. Karenanya dalam prespektif falsafah
pendidikan islam, peserta didik mencakup seluruh makhluk Allah swt. Seperti
malaikat, jin, manusia, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
Dalam
islam, hakikat ilmu itu berasal dari Allah swt, dan dia sendiri adalah al-
alim. Karenanya sebagai muta’allim,peserta didik adalah manusia yang belajar
kepada Allah, mempelajari al-asma kullah
yang terdapat pada ayat-ayat kauniyah dan qur’aniyah untuk sampai pada
pengenalan,peneguhan dan akulturasi syahadah primodial yang telah diikrarkan
dihadapan Allah swt.
Dalam
islam esensi adap dan akhlak yaitu syariat yang menata idealitas interaksi atau
komunikasi antara manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan
makhluk lainnya atau semesta alam dan dengan Tuhan maha pencipta, pemelihara,
dan pendidik semesta alam.[9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar