KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN DALAM QS. AL-BAQARAH, 2:269
( HIKMAH ANUGRAH ALLAH SWT )
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir
Tarbawi
Dosen Pengampu : M. Ghufran M. Si
Disusun Oleh:
Mila Tria Andriyani ( 2117048 )
Kelas : E
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2018/2019
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrohmanirrohim,
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan Hidayah
dan TaufikNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam semoga
tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad saw beserta keluarganya, para sahabatnya,
dan segenap pengikutnya sampai diakhir zaman. Aamiin.
Makalah yang berjudul “Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam
QS. Al-Baqarah, 2:269 (HIKMAH ANUGRAH ALLAH SWT) ” Ini Kami Susun Demi memenuhi
tugas perkuliahan guna menunjang kegiatan belajar mengajar. Semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi yang membaca serta menambah wawasan pengetahuan tentang
pendidikan Al-Qur’an.
Aamiin
Pekalongan, 29 Agustus 2018
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu merupakan suatu istilah
yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima
yang terdiri dari huruf ‘ayn, lam,
dan mim. Secara harfiah, ilmu dapat
diartikan kepada tahu atau mengetahui. Secara istilah ilmu berarti memahami
hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang berlaku atas sesuatu. Namun, pada
hakikatnya ilmu adalah salah satu sifat Allah, karena sifat itulah Dia disebut
dengan ‘Alim (Yang Maha Tahu). Dia adalah sumber pertama ilmu. Segala
pengetahuan yang diperoleh manusia merupakan anugerah-Nya. Ilmu Allah tidak
terbatas, manusia hanya memperoleh sedikit saja daripadanya.
Hikmah adalah ilmu-ilmu yang
bermanfaat, pengetahuan yang mumpuni, akal yang terus, pemikiran yang matang
dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Inilah
seutama-utamanya pemberian dan
sebaik-baiknya karunia. Seluruh perkara tidak akan berjalan baik kecuali dengan
hikmah, yaitu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dan menempatkan segala
perkara pada posisinya masing-masing, mendahulukan perkara yang harus
didahulukan, mengulur perkara yang memang harus diulur.
B.
Rumusan Masalah
1.
Hakikat Ilmu Hikmah
2.
Dalil Ahli Ilmu Hikmah Anugrah
besar dari Allah SWT
3.
Ilmu Hikmah Sebagai Filsafat
C.
Tujuan
1.
Menambah ilmu pengetahuan
tentang pendidikan
2.
Agar sipembaca dapat mengetahui
hakikat dalam ilmu hikmah
3.
Sipembaca dapat mengetahui
tentang kedudukan ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Ilmu Hikmah
a.
Dia memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya
Abdullah
bin Abbas menafsirkan kata “hikmah” dalam ayat ini dengan arti memahami
Al-Qur’an. Jadi “hikmah” itu berarti mengetahui dan memahami ayat infak,
faedahnya serta aturan mengeluarkannya seperti termaktub pada Al-Qur’an, tentu
ia akan mengingkari janji setan yang menjanjikan kefakiran dan menyuruh kikir, sehingga
dia tidak terpengaruh untuk berbuat tidak berderma dan berinfak. Ayat
ini memberikan pengertian “hikmah” lebih luas dari arti kata itu sendiri
b.
Dan barangsiapa diberi hikmah, maka ia benar-benar telah diberi
kebaikan yang banyak.
Barangsiapa
yang diberi oleh Allah ilmu yang berguna dan diberi petunjuk cara menggunakan
akal serta menempuh arah yang benar, maka orang ini berarti mendapatkan
petunjuk dan kebaikan di dunia dan akhirat.
c.
Dan tidak mau mengikat kecuali orang-orang yang berpikir.
Firman
Allah, “ Dia menganugerahkan al-hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki,” yakni
pengetahuan mengenai Al-Qur’an yang menyangkut masalah nasikh dan
mansukh, muhkam dan mutasyabih, yang pertama dan yang kemudian
turun, halal dan haram, serta masalah lainnya. Demikianlah menurut Ibnu Abbas
Imam
Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata bahwa dia mendengar Rasulullah
saw. bersabda :
{ لآ
حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ أَ تَا هُ اللهُ مَا لاً فَسَلَّطَهُ عَلَى
هَلَكتِهِ فِي الْحَقِّ, وَ رَ جُلٌ أَ تَا هُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي
بِهَا وَ يَعْلَمُهَا } (رواه أحمد)
“ Tiada iri kecualin terhadap dua orang-orang yang diberi kekayaan,
lalu dia menghabiskannya dalam kebenaran dan orang yang diberi hikmah, lalu dia
memutuskan berdasarkan hikmah itu dan mengajarkannya,” ( HR Ahmad )
Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Nasa’I,
dan Ibnu Majah dari berbagai jalan yang bervariasi dan berasal dari Ismail bin
Abi Khalid. Firman Allah: “Dan tidaklah mengambil manfaat dari nasihat dan
peringatan kecuali orang memiliki akal dan penalaran.[2]
B.
Dalil Ahli Ilmu Hikmah Anugerah Besar dari Allah SWT
Surat Al-Baqarah [2:269]
يُؤْتَ
ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْاُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا
يَذَّكَّرُإِاَّلآ أُوْلُوْالْأَلْبَبِ ۚ وَمَنْ يُؤْتِى
ٱلْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَآءُ
Artinya:
“Allah menganugerahkan al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al
Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
dianugerahi Hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran
(dari firman Allah).”
Tafsir Ayat :
Hikmah itu adalah
ilmu-ilmu yang bermanfaat, pengetahuan yang mumpuni, akal yang terus, pemikiran
yang matang dan terciptanya kebenaran dalam perkataan maupun perbuatan. Inilah
seutama-utamanya pemberian dan sebaik-baiknya karunia. Karena itu Allah
berfirman, ( وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ):
“Dan barang-siapa yang dianugerahi hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak”. Karena dia telah keluar dari gelap kebodohan kepada
cahaya petunjuk, dari kepandiran penyimpangan dalam perkataan dan perbuatan
menuju tepatnya kebenaran padanya, serta terciptanya kebenaran. Dan karena ia
telah menyempurnakan dirinya dengan kebajikan yang agung dan bermanfaat untuk
makhluk dengan manfaat yang paling besar dalam agama dan dunia mereka.
Seluruh perkara
tidak akan berjalan baik kecuali dengan hikmah, yaitu meletakkan segala sesuatu
pada tempatnya dan menempatkan segala perkara pada posisinya masing-masing,
mendahulukan perkara yang harus didahulukan, mengulur perkara yang memang harus
diulur.
Pelajaran berharga
dari ayat:
1. penetapan perbuatan
bagi Allah yang bergantung pada kehendaknya,
2. Sesungguhnya apa
yang ada pada manusia berupa ilmu, petunjuk maka itu semua adalah keutamaan
dari Allah ta’ala,
3. Penetapan
kehendak bagi Allah ta’ala,
4. Penetapan
Al-Hikmah bagi Allah ta’ala, karena Al-Hikmah merupakan sifat kesempurnaan,
maka Dzat yang memberikan kesempurnaan tentunya ia adalah lebih pantas untuk
hal tersebut.
5. Kemuliaan yang
agung bagi orang yang diberikan kepadanya Al-Hikmah
6. Wajibnya
bersyukur bagi orang yang Allah ta’ala berikan kepadanya Al-Hikmah, karna
kebaikan yang sangat banyak ini mewajibkan mensyukurinya.
7. Anugrah
Al-Hikamah diberikan Allah kepada seseorang melalui banyak cara, (diantaranya)
Allah ta’ala fitrahkan ia dengan hal tersebut, atau dapat diraih dengan latihan
dan berteman dengan orang-orang yang arif.
8. Keutamaan akal,
9. Bahwa orang yang
tidak dapat mengambil pelajaran, menunjukan akan adanya kekurangan pada
akalnya, yaitu akal sehat, akal yang memberikan petunjuka pada dirinya.
10. Tidaklah yang
dapat mengambil pelajaran dari pelajaran yang terdapat di alam dan pada syari’at
ini kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat, yang mana mereka menghayati
dan mempelajari apa yang terjadi dari tanda-tanda yang telah lalu dan yang akan
datang, sehingga mereka dapat, mengambil pelajaran darinya.
C. Ilmu Hikmah sebagai Filsafat
Ilmu merupakan suatu
istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima yang terdiri dari huruf
‘ayn, lam, dan mim. Al-Qur’an sering menggunakan kata ini dalam berbagai sighat
(pola), yaitu masdar, fi’il mudari’, amr, isim maf’ul, dan isim
tafdil. Secara harfiah, ilmu dapat diartikan kepada tahu atau mengetahui.
Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang
berlaku atas sesuatu.[4]
Namun, pada hakikatnya ilmu adalah salah satu sifat Allah, karena sifat itulah
Dia disebut dengan ‘Alim (Yang Maha Tahu).
Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar,
kajian empiris perlu dianalisis dengan penalaran rasional dan penalaran ini
perlu didasarkan atas pengalaman empiris. Ilmu pengetahuan itu tumbuh dan
berkembang dalam diri manusia melalui pengalaman empiris, rasional, dan ilham
yang masuk melalui indra.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu
berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang berlaku atas
sesuatu. Namun, pada hakikatnya ilmu
adalah salah satu sifat Allah, karena sifat itulah Dia disebut dengan ‘Alim
(Yang Maha Tahu). Dia adalah sumber pertama ilmu. Segala pengetahuan yang
diperoleh manusia merupakan anugerah-Nya. Ilmu Allah tidak terbatas, manusia
hanya memperoleh sedikit saja daripadanya.
Untuk mendapatkan
pengetahuan yang benar, kajian empiris perlu dianalisis dengan penalaran
rasional dan penalaran ini perlu didasarkan atas pengalaman empiris. Ilmu
pengetahuan itu tumbuh dan berkembang dalam diri manusia melalui pengalaman
empiris, rasional, dan ilham yang masuk melalui indra.
DAFTAR PUSTAKA
M.Yusuf, Kadar. 2013. Tafsir Tarbawi
Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan. Pekanbaru:AMZAH.
Ar-Rifa’i. Muhammad Nasib. 1999. Kemudahan
dari Allah Ringkasan Tafsur Ibnu Katsir Jilid .
Jakarta:Gema Insani.
Al-Maraghi, Syekh Ahmad Musthafa. 1987. Tarjamah Tafsir Al-Maraghi
juz 3. Bandung:CV Rosda Bandung.
[1] Syekh
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tarjamah
Tafsir Al-Maraghi juz 3, ( Bandung:CV Rosda Bandung, 1987), hlm. 49-50
[2] Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsur
Ibnu Katsir Jilid . ( Jakarta:Gema Insani, 1999), hlm. 445-456
[3] https://www.google.co.id/amp/s/ilmuislam2011.wordpress.com/2012/09/19/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-269/amp/
[4] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan,
(Pekanbaru:AMZAH, 2013), hlm. 16-17
[7]
http://khalifahcenter.com/q2.269
Tidak ada komentar:
Posting Komentar